Fisiologi Cinta ‘Belahan Jiwa’ dan ‘Pasangan Hidup’
by Alvernia Rendra
Otak manusia
memiliki region yang sensitif terhadap feromon, dikenal sebagai VNO, singkatan
dari Vomeronasal Organ. Dahulu kala organ ini diduga telah hilang di primata,
namun belakangan dilaporkan bahwa VNO berfungsi di manusia, bahkan bisa
mendeteksi feromon di udara dalam konsentrasi setingkat pikogram. Informasi
dari VNO disampaikan langsung kepada Amygdala dan Hypothalamus, area-area dalam
otak yang terlibat dalam perilaku seksual manusia. Dan reseptor feromon telah
teridentifikasi berada di permukaan organ penciuman manusia (olfactory mucosa).
Artinya, reseptor feromon manusia itu ada!!
Menurut
hasil Human Proteome Project, setidaknya ada lima macam reseptor yang sudah
teridentifikasi: V1RL1, V1RL2, V1RL3, V1RL4 dan V1RL5, kesemua gen pengkodenya
terletak pada Kromosom nomor 19. Penelitian mengenai respons manusia terhadap
feromon itu sendiri sudah dipublikasikan sejak tahun 2001 lalu oleh para
Ilmuwan Swedia di
Huddinge
University Hospital. Hasil studi ini mengatakan bahwa feromon apabila diterima
oleh reseptornya di lalu menimbulkan reaksi pada VNO, maka akibat fisiologisnya
adalah meningkatnya aliran darah menuju Hypothalamus dan Amygdala. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan PET (Positron Emission Topography) kepada subjek
yang diekspos kepada chemosignals. Dalam penelitian ini, sinyal-sinyal kimia
yang digunakan adalah Testosteron untuk perempuan dan Estrogen untuk laki-laki,
namun belum ada penelitian yang dapat memastikan bahwa dalam kondisi
sebenarnya, testosteron dan estrogen merupakan sinyal kimia yang digunakan oleh
tubuh manusia.
Dalam studi
lainnya didapati bahwa variasi genetika dalam HLA (Human Leukocyte Antigen)
turut menentukan ‘siapa bakal jatuh cinta sama siapa’, studi tersebut mengamati
mekanisme MHC (Major Histocompatibility Complex) dalam kaitannya dengan variasi
HLA. Dua studi turunannya telah dilakukan, satunya melibatkan patogen (agen
penyebab penyakit) dan satunya tidak melibatkan patogen. Kedua studi tersebut
justru mendukung hipotesa bahwa wanita lebih cenderung memilih untuk
berpasangan seksual dengan pria yang memiliki gen yang dapat menguntungkan bagi
keturunannya kelak. Individu yang membawa keuntungan genetis yang dimaksud
adalah, pria yang membawa gen yang tidak dimiliki oleh si wanita, atau pria
yang dapat memperkuat sistem imun keturunan mereka kelak.
Dalam hal
HLA, allela (pasangan gen) menunjukkan ko-dominasi (sama dominannya antar dua
gen yang berpasangan), dengan akibat bahwa heterozigot dapat merepson antigen ‘non-self
pathogenic’ secara lebih luas (lebih banyak antigen yang dapat terdeteksi), dan
sistem kekebalan dari individu yang heterozigot juga dapat mengikat dua kali
lebih banyak peptida (atau protein) asing, dibandingkan dengan seorang individu
yang homozigot. Molekul HLA mengikat dan menunjukkan pecahan sel-sel penyakit
pada permukaan membran sel, di mana kemudian akan dikenali oleh T-Cells. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak jenis molekul HLA dapat
berakibat pada ketahanan terhadap penyakit secara lebih luas. Lalu kemudian
dapat disimpulkan bahwa individu yang heterozigot lebih diuntungkan oleh
seleksi alam. Seorang wanita, dengan demikian, akan lenih memilih untuk kawin
dengan pria yang dapat menyediakan gen untuk melawan penyakit yang sedang
berkembang pada saat mereka kawin, di samping gen si wanita itu sendiri juga
akan menyediakan kekebalan bagi si anak kelak. Dan dari teori mengenai gen
kekebalan ini, telah berkembang berbagai teori baru mengenai bagaimana pasangan
saling memilih untuk keuntungan keturunan mereka.
Teori lain
tentang VNO dan feromon adalah mengenai peranan Androstenes sebagai sinyal
kimia atau feromon. 16-Androstenes digunakan oleh babi hutan sebagai feromon
mereka. Dan senyawa yang sama, juga dipercaya diproduksi oleh manusia sebagai
feromon. Microba pada ketiak manusia bereaksi terhadap 16-Androstene yang
diproduksi oleh kelenjar keringat di kulit ketiak, sehingga membentuk bau khas
pada tiap individu. Dua hal, variasi individu dan perbedaan jenis kelamin dapat
menentukan persepsi manusia terhadap bebauan ini. Ini juga mendukung teori
bahwa senyawa 16-Androstene memainkan peranan penting dalam menentukan perilaku
sosial, dan ada banyak sekali bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mereka dapat
mempengaruhi perubahan persepsi mengenai kita mengenai seseorang, mood
individu, bahkan dapat mengubah perilaku kita secara keseluruhan dan fungsi
alat-alat tubuh. Di antara berbagai peristiwa fisiologis tersebut, semuanya
dapat dihasilkan melalui berbagai perbedaan pada molekul yang terlibat, entah
itu perbedaan struktur kimiawi, perbedaan konsentrasinya maupun perbedaan
lainnya.
Model pola
pasangan manusia yang ditawarkan oleh para Adaptationist memberikan ide
mengenai hal-hal yang sepele namun teknis dan merupakan reaksi biologis, dapat
mempengaruhi interaksi sosial antar gender. Bahkan dalam sebuah studi
disimpulkan bahwa sinyal-sinyal kimia dari Wanita yang sedang Ovulasi apabila
diterima Pria melalui VNO dapat menghasilkan respons hormon pada pria tersebut,
yang mana kebanyakan respons hormon tersebut mengarah kepada dorongan seksual
agar pasangan tersebut melakukan koitus (hubungan intim) pada saat itu. Hal ini
lah yang mengakibatkan banyaknya pasangan muda yang ‘kecelakaan’ dan mengalami
kehamilan di luar nikah, apabila mereka senantiasa berdekatan dalam keseluruhan
siklus menstruasi Wanitanya. Pria yang terpapar kepada aroma seorang wanita
yang sedang ovulasi akan memiliki kadar testosteron yang luar biasa tinggi
apabila dibandingkan dengan pria yang tidak terpapar aroma tersebut. Dengan
demikian, studi tersebut menyimpulkan bahwa bebauan sebagai sinyal kimia dari
Wanita yang menandakan kesuburannya, secara langsung berpengaruh kepada reaksi
hormonal yang spesifik pada Pria, respons yang mana berkaitan langsung kepada
perilaku seksual pria dan inisiasi perilaku kawin dan hasrat yang kuat untuk
berhubungan intim.
Kesimpulan
Untuk dapat
menghasilkan keturunan yang semaksimal mungkin heterozigot, maka secara
teoretis seorang wanita akan tertarik kepada pria yang PALING TIDAK MIRIP atau
PALING BERLAWANAN sifatnya dengan dirinya. Yang apabila dikaitkan dengan teori
HLA di atas, akan menghasilkan keturunan yang mungkin memiliki jenis antibodi
paling banyak. Dari teori ini kemudian berkembang pendapat bahwa seringkali,
pasangan manusia yang secara genetis menguntungkan, justru seringkali
bertentangan dengan keinginan logika dan rasional manusia, hal ini dikarenakan
adanya perubahan distribusi aliran darah dari semulanya banyak ke Cerebral
Cortex untuk fungsi logika dan ilmiah, menjadi dialirkan banyak ke Amygdala dan
Hypothalamus untuk mendramatisir perasaan romantis dan ‘cinta’ fisiologis. Dan
hal ini memungkinkan akibat sebagai berikut: seorang perempuan yang cantik,
pintar dan sehat akan memiliki hasrat seksual (atau ‘cinta’) kepada seorang
pria yang bodoh, tidak tampan dan kurang sehat; begitu pula seorang pria yang
tampan, pintar dan sehat akan memiliki hasrat seksual (atau ‘cinta’) kepada
seorang wanita yang bodoh, tidak cantik dan kurang sehat. Pasangan yang ‘ideal’
di mata masyarakat adalah pasangan yang tidak mengandalkan VNO-nya, secara
teknis berarti mereka yang aliran darah di otaknya tidak berubah oleh
sinyal-sinyal kimia yang diberikan pasangannya, karena hanya dengan demikian
logika mereka akan tetap bekerja untuk senantiasa menjalani hubungan yang sehat
dengan pasangannya, serta memilih pasangan secara tepat entah itu secara
genetis maupun melalui pertimbangan yang masak dan pragmatis.
Pendapat
Pribadi
Tulisan ini
saya buat karena saya suka geregetan sendiri kalo liat beberapa pasangan yang
sekilas nampak ‘nggak banget’ lah, atau jenis pasangan lain yang gak kalah
mengganggunya: ‘pasangan yang ngerasa kalo dunia milik mereka berdua’, nggak
peduli lingkungan sekitar, dan ‘cinta mereka begitu membara’ sampai hidup makan
cinta saja pun bisa terasa realistis di dalam otak mereka. Begitu banyak
pasangan naif, dan yang lebih buruk dari itu, begitu banyaknya pasangan yang
melakukan maksiat tanpa merasa bersalah setelahnya, dan kecanduan akan hal-hal
maksiat tersebut..
Saya pribadi
selalu mengkategorikan pasangan sebagai ‘Belahan Jiwa’ atau ‘Pasangan Hidup’.
Secara fisiologis, Belahan Jiwa yang saya maksud adalah mereka yang memiliki
reaksi kuat terhadap feromon pasangannya, yaitu mereka yang VNO-nya sangat
sensitif dan responsif terhadap pasangannya, mereka yang, kata Agnes Monica
“Cinta ini, kadang memang tak ada logika…”, simply karena logika mereka mati
kalau sudah dihadapkan kepada pasangan masing-masing. Mereka saling melemparkan
panggilan sayang atau panggilan romantis kepada satu sama lainnya,
panggilan-panggilan yang terdengar konyol oleh orang waras di sekitar mereka,
tapi terdengar romantis di telinga mereka.
Sedangkan
pasangan jenis kedua adalah ‘Pasangan Hidup’, mereka yang tidak pernah
meninggalkan Cerebral Cortex demi Cinta. Mereka yang senantiasa waras dan
berpikiran lurus sekalipun dihadapkan kepada situasi sulit mengenai pasangan
masing-masing. Mereka yang selalu kuat Imannya dan tidak tergoda oleh syahwat
untuk melakukan kemaksiatan. Pasangan Hidup akan jauh dari sifat posesif,
cemburu berlebih maupun sakit hati. Pasangan hidup akan saling mendukung
karier, lingkungan sosial maupun kesehatan satu sama lainnya, lahir dan batin.
Pasangan hidup adalah mereka yang diberi karunia hubungan yang stabil dan penuh
kedewasaan.
Witing
Tresno Jalaran Seko Kulino… Barangkali mengejewantah dalam bentuk sintesa
protein V1RL1-5 di mukosa olfaktori kita. Jangan pernah berpikir bahwa kita
tidak akan bisa mencintai seseorang yang kita nikahi tanpa pacaran. Karena kita
semua punya kromosom 19, kalau Anda nggak punya kromosom 19, Anda nggak akan
ngerti atau nggak akan bisa baca tulisan saya ini. Sedangkan Anda yang punya
kromosom 19, Insya Allah mampu mencintai siapa pun yang ada putuskan untuk
dicintai oleh Anda. Karena paparan terhadap sinyal kimia yang sama secara
periodik dan kontinyu akan dapat menciptakan reaksi fisiologis pada akhirnya.
Saat itu lah, ketika cinta tumbuh, karena kita ‘ingin mencintai’ pasangan kita,
bukan cinta tumbuh karena kita ‘ingin berreproduksi’ dengan pasangan kita belaka.
Tulisan ini
saya buat, utamanya untuk mengingatkan diri saya pribadi, semoga saya dijauhkan
dari ‘Belahan Jiwa’ saya, seandainya dia dapat mendatangkan lebih banyak
mudharat daripada manfaat, sebagaimana yang banyak saya lihat di lingkungan
sekitar saya belakangan ini. Apabila tulisan ini dapat bermanfaat bagi Anda
yang membacanya, maka segala puji saya sampaikan kepada Allah Azza wa Jalla
yang telah menurunkan sedikit ilmu dan hikmah-Nya kepada saya. Apabila ada di
antara Anda yang tersindir oleh tulisan saya ini, semoga akal sehat Anda tidak
dihilangkan-Nya karena bermaksiat di atas bumi-Nya, dan ketahuilah, bahwa
Ikhtilat dan Khalwat bukanlah perbuatan yang patut di-amini, apalagi dihalalkan
begitu saja.
Saya hanya
men-tag orang-orang yang saya yakin mereka akan membaca tulisan saya ini dengan
prasangka baik dan berusaha mengambil ilmu darinya, seandainya ilmu tersebut
bermanfaat bagi mereka (dan tentunya teringat pada saat saya menulis ini). Dan
bagi Anda yang tidak saya tag tapi merasa tersindir, dengan segala kerendahan
hati saya memohon maaf, karena tulisan ini saya buat bukan untuk menyakiti
siapapun dan sekali lagi, justru utamanya untuk mengingatkan diri saya sendiri.
Semoga Rahmat dan Karunia Allah senantiasa turun kepada mereka yang menjauhkan
diri dari maksiat dan senantiasa takut kepada Adzab-Nya.